Jumat, 13 Desember 2024

Tumbuh Sederhana Dalam Usia Kian Beranjak

Created by AI Assistance

Ada fase dalam hidup ketika kita mulai merasa ingin semua serba sederhana. Ini bukan berarti ingin sesuatu yang instan atau cepat selesai, melainkan keinginan untuk menyaring apa yang benar-benar penting. Seiring bertambahnya usia, kita semakin sadar bahwa hidup ini terlalu berharga untuk dihabiskan dengan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat nyata. Mulai dari distraksi material hingga emosional, saya merasa dorongan untuk “menjauhkan” diri dari beban yang tidak perlu semakin kuat.


Mengurangi Distraksi Material

Bicara soal barang, menariknya, keinginan saya untuk memiliki banyak hal justru menurun. Dulu, barang-barang seperti jam tangan adalah simbol pencapaian hidup. Saya ingat betul, sejak SMA, membeli jam tangan adalah ritual saya untuk merayakan milestone tertentu. Dimulai dari Casio klasik, lalu G-Shock saat kuliah, hingga jam-jam yang lebih premium ketika mulai bekerja. Tapi sekarang, saya hanya merasa cukup dengan tiga jam tangan yang punya nilai sentimental mendalam. Salah satunya adalah Casio kalkulator, yang dulu terasa begitu mahal bagi saya, tapi kini menjadi kenangan manis masa lalu.

Perasaan ingin membeli tentu masih ada, tapi urgensinya berkurang. Kini, saya hanya akan membeli sesuatu jika benar-benar ada nilai khusus yang bisa saya temukan di dalamnya.

Hal yang sama berlaku untuk sandang dan sepatu. Dulu, saya tergila-gila membeli sepatu, sampai punya lebih dari 20 pasang. Tapi banyak yang rusak karena tak terpakai, akhirnya saya sumbangkan. Sekarang, saya hanya memiliki beberapa pasang sepatu yang sesuai kebutuhan. Meski mungkin jumlahnya masih terkesan banyak, setidaknya semua terpakai. Sedangkan untuk pakaian, jika belum rusak atau tak lagi muat, saya tak merasa perlu membeli yang baru. Lagi pula, bekerja dari rumah (WFH) membuat kebutuhan akan pakaian baru terasa semakin minim.

Berinvestasi pada Pengalaman dan Produktivitas

Satu hal yang tetap saya prioritaskan adalah membeli buku dan alat penunjang produktivitas. Buku selalu menjadi kelemahan saya. Meski belum sempat membaca semuanya, saya merasa ada kebahagiaan tersendiri ketika membawa pulang buku-buku baru. Begitu pula dengan perangkat kerja. Mulai dari laptop, iPad, hingga monitor tambahan, semua saya anggap sebagai investasi untuk mendukung produktivitas dan kreativitas.

Selain itu, ada perubahan besar lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, hasrat saya untuk membeli barang konsumtif bergeser menjadi semangat untuk berinvestasi. Setiap tahun, saya menetapkan target baru untuk membangun portofolio investasi, baik itu di bidang keuangan maupun aset lainnya. Jika uang tunai terlalu banyak mengendap, saya justru merasa tidak nyaman. Rasanya, uang itu harus segera “bekerja” agar tujuan jangka panjang, seperti financial freedom, bisa tercapai.

Fokus pada Kesejahteraan Jiwa dan Aktualisasi Diri

Dalam dua tahun terakhir, saya juga mulai mengalokasikan lebih banyak biaya untuk kesehatan jiwa dan aktualisasi diri. Bukan dalam konteks terapi atau psikolog, tetapi lebih ke kedamaian batin. Saya menemukan kebahagiaan dalam menghadiri acara-acara seperti konser klasik, stand-up comedy, atau pameran seni. Berlangganan aplikasi, majalah, dan layanan premium juga menjadi bagian dari upaya saya menjaga kewarasan di tengah tuntutan hidup yang semakin kompleks.

Aktualisasi diri menjadi prioritas lain. Saya rajin mengikuti pelatihan, langganan konten-konten edukatif, dan mengakses berbagai platform pengembangan diri. Semua ini memberi saya ruang untuk terus belajar dan tumbuh, sesuatu yang semakin saya hargai seiring bertambahnya usia.


Unik rasanya menyelami pemikiran diri sendiri saat hidup mulai bergeser ke arah yang lebih sederhana, tetapi tetap penuh makna. Menemukan kebahagiaan bukan lagi tentang memiliki banyak hal, tetapi tentang menghargai hal-hal yang benar-benar penting. 

Selamat ber-Sabtu ria!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar