Kamis, 07 April 2022

Maldini: Tentang Kecintaan Milan dan Membangun Proses

“Ini bukan tulisan tentang strategi sepak bola atau hasil pertandingannya. Ini tentang melihat sepak bola dijalankan sebagai sebuah organisasi dan manajemennya”

Source: google

Bagi sebagian Milanisti, Paolo Maldini adalah Al Masih. Orang yang menjadi harapan dan diyakini mampu membawa Milan kembali berjaya setelah lebih dari 1 dekade mati suri. Kali ini bukan sebagai pemain selayaknya Ibrahimovic, tetapi sebagai Direktur Teknis. Harapan Milanisti itu bukan tanpa alasan. Ada banyak sebab kenapa dia didapuk sebagai Al Masih-nya Milan. Maldini adalah seorang Milanisti sejati, Kapten tim sepanjang masa AC Milan (meski ini sih bisa pro kontra dengan Baresi), bek terbaik yang pernah dimiliki oleh AC Milan, dan mewarisi kemampuan negosiasi Galliani. 

Lewat posisi barunya sebagai Direktur Teknis (dirtek), rasanya cukup pas untuk membawa revolusi pada tubuh Milan. Dewasa ini dalam sepakbola modern, kesuksesan sebuah klub tidak hanya bergantung pada pemain dan pelatihnya, lebih dari itu termasuk bagaimana manajemen klub dijalankan. Pada tanggung jawab itu, Dirtek berperan vital. Lewat jabatan ini filosofi dan arah kebijakan klub ditentukan dan dijalankan. Lingkup pekerjaannya mulai dari perektrutan pemain, departemen olahraga dan kesehatan, akademi, sampai kebijakan peminjaman pemain. Artinya kuasanya lebih besar dari sekedar menjadi pelatih. Dia yang menjaga visi pendek, menengah dan panjang sebuah klub. Jika pelatih klub bisa berganti-ganti, tidak pada Dirtek. Sebab dialah yang memiliki filosofi permainan dan menjaga budaya permainan. Dialah otak dari klub yang rencananya dieksekusi oleh pelatih di atas lapangan. Kita tahu permainan di lapangan tentu adalah dampak dari sebuah proses panjang di belakangnya. 

Dengan peran Dirtek sedemikian besar tentu ini jabatan yang pas buat sang legenda Milan. Dan memang sepertinya, itulah yang dia inginkan demi membangunkan Milan kembali. Dia sangat tahu pada posisi apa dia harus ambil peran untuk Milan.

Ketika dia pensiun dari Milan, dia memang sempat tidak aktif kembali di dunia sepakbola, tidak sebagai pelatih atau yang lainnya. Sempat pada kuasa Investor China kala itu, dia ditawari jabatan sebagai Dirtek. Tetapi dia menolaknya. Menurutnya kala itu jabatan yang ditawarkan memang sebagai Dirtek, tetapi tidak demikian pada jobdesknya. Dia juga melihat kebijakan yang dibawa oleh Sino-Europe Sports Investement kala itu kurang baik untuk Milan. Dia beranggapan bahwa untuk sebuah pekerjaan yang didasari cinta haruslah dipertimbangkan secara matang. Benar saja, era Li Yonghong hanya singkat dan justru menambah beban Milan sampai saat ini. 

Baru kemudian ketika Milan diakusisi oleh Elliott Manajemen, Maldini ditawari menjadi Direktur Olahraga. Sempat terjadi ribut-ribut di Manajemen Milan karena rencanan penunjukan Ralf Rangnick sebagai Dirtek menggantikan Leonardo yang berakhir Leo memilih mundur dan Maldini mengancam untuk ikut serta. Tetapi kemudian Ellio Manajemen akhirnya justru memberikan kepercayaan Dirtek pada Maldini. 

Beruntungnya Milan akhirnya Dirtek ada di tangan yang tepat. Milanisti tidak perlu menyangsikan kualitas dan kesetiaan Maldini. Maldini akan bekerja dengan hati dan kecintaannya. Bahkan mungkin kecintaan Maldini terhadap Milan melebihi kecintaan Milanisti lainnya. Kita tahu, sampai akhir karirnya Maldini adalah satu dari sedikit pemain yang hanya bermain untuk satu klub saja. Mungkin juga ada banyak pemain yang hanya bermain untuk satu klub saja. Tapi pada Maldini ini kasus kusus. Kala itu dia adalah salah satu bek terbaik di zamannya. Tak ada yang meragukan dan menyangsikannya. Tentu banyak sekali klub yang menawari kontrak kepadanya, toh pada akhirnya semua ditolak, termasuk tawaran dari Sir Alex Ferguson. Bagaimana mungkin kecintaan yang sedemikian besar itu akan menjerumuskan Milan, saya pikir tidak. 

Source: google


Ketika Maldini mengambil jabatan itu, dia telah dibebani tugas yang sangat berat. Karena dosa manajemen sebelumnya, sekarang dia hanya mendapat jatah anggaran belanja pemain yang minim. Pada tahun 2017 belanja pemain pada satu musim bisa mencapai 200 juta Euro. Sayangnya, dari banyak pemain yang dibeli tidak satu pun yang bertahan sampai sekarang dan bahkan gagal berkembang, pemain terakhir yang ada saat ini adalah Frank Kessie yang juga pada akhir musim ini akan hengkang. Sebuah kebijakan transfer yang buruk. Bahkan waktu itu dengan budget sebegitu besar, Milan hanya finisish di posisi 6 klasmen. 

Sekarang dengan sumberdaya yang ada, saya bisa mengibaratkan Maldini seperti sedang bermain Football Manager. Memulai dari klub yang hampir bangkrut dengan budget minimal dan dituntut untuk memperbaiki klub. Sebagai Manager dalam permainan itu, kita harus memutar otak bagaimana memanfaatkan budget terbatas untuk bisa menyusun tim yang optimal, membangun kembali filosofi klub, menyusun manajemen yang kuat, membangun sarana dan prasarana pendukung yang baik, dan lain sebagainya. Sebab saya adalah pecinta game ini, saya bisa sedikit membayangkan bagaimana kesulitannya Maldini pada posisi itu. 

Kita sebagai fans bisa menuntut banyak hanya jika ada resourse melimpah dengan output pekerjaan yang tidak optimal. Namun kali ini kita tahu bahwa resource memang terbatas dan ditambah kecenderungan dari pemilik klub dan CEO yang agaknya sedikit pelit. Maka, tidak ada tuntutan besar pada Maldini dan Milan. Harapan masuk Liga Champion saja sudah lebih dari cukup. Kita sadar bahwa membangun sebuah klub dengan pondasi yang kuat tidak bisa instan. 

Tetapi pada awal era Maldini ini, kita sudah mulai disuguhkan hasil kerja yang cukup baik. Milan dibawanya berproses dari papan tengah dan kini bersaing di papan atas. Bahkan ketika tulisan ini ditulis, Milan masih Capolista. Meski secara pribadi untuk juara tahun ini masih cukup sulit. Mengingat secara permainan belum stabil. Pun tak apa, itu bagian dari proses. Tetapi mungkin saja capaian yang ada sekarang mungkin membuat Milanisti mulai menaruh harapan yang tinggi. Padahal sebenarnya Maldini tidak pernah menargetkan hal yang muluk-muluk di awal jabatannya. Misalnya musim lalu ketika Milan hanya menargetkan tetap berada pada jalur Liga Eropa, bukan Champion bahkan bukan bersaing di papan atas. Tetapi ternyata hasilnya berkata lain, Milan malah berada pada posisi 2 klasmen. Mungkin juga itu yang membuat Milanisti sekarang berharap banyak untuk memenangkan Liga karena kesempatan itu sekarang terbuka lebar. Semua bergantung pada anak-anak muda Milan.

Ibra dan Maldii pada sesi latihan (Source: google)

Maldini tahu bagaimana harus memanfaatkan uang yang minimalis. Selayaknya kita sebagai Manajer di FM, Maldini memulai strategi untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Untuk jangka pendek, salah satu rekrutan terbaiknya dan punya dampak besar dalam klub adalah kembalinya Ibrahimovic. Maldini tahu, mayoritas pemain Milan masih muda. Rata-rata umurnya masih di bawah 25 tahun. Mereka labil dan kurang pengalaman. Maka dibutuhkan sosok pemimpin di lapangan, motivator, inspirator, mentor, dan sesekali tukang 'keplak' di lapangan. Semua itu ada di diri Ibrahimovic. Kejelian Maldini terbukti. Ibra bisa mengangkat mental pemain muda Milan. Terbukti di musim pertamanya, Milan berada di posisi 2 Serie A.

Kontrak dengan Tonali (Source: google)

Pada jangka menengah, Maldini membeli pemain yang sudah hampir jadi dan tinggal dipoles sedikit. Pemain ini seperti Sandro Tonali. Transfer ini menurut Saya juga berkat kejeniusan seorang Maldini. Kala itu Milan bersaing dengan beberapa klub besar, seperti Inter dan Juventus. Strategi transfer dan negosiasi dari Maldini tidak ada duanya. Beberapa media Italia bahkan menyanjung Maldini sebagai transfer kemenangannya. Kemenangan dari sisi aspek ekonomi dan nilai kontraknya. 

Pertama, Maldini tahu betul memanfaatkan darah Milanisti pada Tonali. Menawarkan mimpi bermain di klub pujaan waktu kecil. Kedua, Maldini berhasil bernegosiasi dengan Brescia, klub lama Tonali, dengan sangat briliant. Tonali berhasil didatangkan dengan status pinjaman hingga akhir musim 2020-2021 dengan fee awal 10 juta euro dan  tambahan 15 juta euro untuk membuatnya permanen di akhir musim. Ketiga, Maldini juga berhasil memberikan plot twist untuk transfer ini. Brescia dipaksa harus menyetujui penawaran ulang Milan untuk memberikan diskon atas pembelian Tonali. Bahkan Tonali juga bersedia mengurangi gajinya untuk Milan. Menariknya, yang pada awal kedatangannya Tonali bermain kurang baik, sekarang berubah drastis, dia menjadi pilar tengah Milan. Pemain muda yang menjanjikan.

Piere Kalulu (Source: google)

Pada jangka panjang, Kapten sepanjang masa Milan ini membeli pemain-pemain muda yang berpotensi. Membeli murah untuk investasi jangka panjang. Salah satu yang paling bersinar adalah bek versatile, Pierre Kalulu. Umurnya masih 21 tahun tapi duetnya bersama Tomori sangat kokoh. Dia berkembang dengan momentum yang tepat, ketika bek utama Kjaer dan Romagnoli didera cidera, Kalulu berhasil menggantikan mereka dengan apik. Dulu ia hanya dibeli 450 ribu euro, tetapi sekarang valuasinya bisa mencapai 20 juta euro. 

Menurut saya, mengukur keberhasilan dari seorang Direktur Teknis tak hanya dari sisi prestasi yang diberikan dan pemain bintang mana yang telah didatangkan. Jika saja itu yang menjadi takaran atas kesuksesan Dirtek, mungkin saja Maldini tidak memenuhi kualifikasi itu. Prestasi tertinggi Milan adalah menduduki puncak kedua di Serie A. Sementara sampai saat ini belum ada pemain bintang satu pun yang didatangkan. Bahkan terkesan pemain-pemain antah berantah dan tidak punya aura kebintangan yang didatangkan. 

Tapi jika kita mau melihat bagaimana tantangan Maldini dalam manajemen Milan mungkin kita akan tahu atas pencapaian Maldini. Bahwa saat ini Milan masih dalam pengawasan FFP sebab dosa masa lalu pemilik klub. Hal ini berdampak pada kuota budget untuk transfer. Pada awal musim 2021 saja, budget transfer Milan hanya sekitar 70 juta euro. Bayangkan saja, nilai itu mungkin hanya bisa untuk membeli 1 pemain di EPL. Dengan modal segitu, Maldini dituntut untuk bisa menambal titik lemah Milan mulai dari bek tengah, pelapis bek kanan dan kiri, sayap kanan, gelandang serang, dan striker. Belum lagi problem Milan pada musim sebelumnya adalah soal kedalaman skuad dan badai cidera, maka perlu mendatangkan back up pemain yang punya kualitas hampir setara dengan pemain inti. 

Kritik lain pada Maldini adalah mempertahankan pemain intinya dari godaan klub lain. Maldini dinilai terlalu membiarkan kepergiaan Donnaruma, Calhanoglu dan terakhir Frank Kessie. Pemain yang sebelumnya menjadi tumpuan Milan. Saya juga tidak terlalu sepakat jika hanya menyalahkan ini pada Maldini. Justru menurut saya, Maldini telah mengambil keputusan bijak untuk melepas mereka. Maldini tahu bahwa budget untuk gaji Milan terbatas dan tiga orang tersebut meminta gaji yang sebenernya tidak terlalu tinggi untuk sekelas mereka, tetapi lain untuk Milan. Situasinya tidak menguntungkan bagi kedua pihak. 

Donnaruma misalnya, bagi fans Milan pasti tahu problem kiper ini dengan agennya. Setiap akhir musim selalu minta gaji selangit yang kadang memunculkan konflik antara pemain dan manajemen klub. Ini tentu tidak sehat jika dibiarkan. Milan tidak bisa bergantung pada satu pemain saja. Pada akhirnya setalah upaya terakhir Maldini digantungkan oleh Donnaruma dan Agen-nya, Maldini lalu berpaling dan memutuskan untuk membeli Mike Maignan. Lagi-lagi keputusan Maldini kali ini tepat. Maignan bisa menggantikan posisi Donnaruma dengan gemilang. Seakan Milanisti lupa bahwa Donnaruma pernah bermain untuk Milan. Plus gaji yang lebih miring daripada Donnaruma. Sementara Donnaruma seakan membuat keputusan yang salah. Bermain untuk PSG tetapi sampai saat ini belum mendapatkan menit bermain yang cukup ditambah blunder-nya kala menghadapi Madrid yang akan menjadi kenangan buruk dalam karirnya. 

Sementara bagi Calhanoglu yang tiba-tiba menyebrang ke rival Milan juga banyak mendapat sorotan. Ini masih pro kontra, sebab sampai saat ini Milan belum mendapatkan AMF yang lebih baik. Meski sebenernya selama beberapa musim berseragam Milan, permainan Calha cenderung tidak stabil. Kadang naik dan turun. Tetapi toh waktu menunjukan bahwa di klub yang baru pun permainannya juga masih tetap naik turun. 

Sementara yang paling rugi adalah kehilangan Kessie. Pemain ini memiliki mentalitas yang kuat, petarung dan berkembang cukup pesat. Meski pada beberapa pertandingan terakhir sering membuat kesalahan dan blunder. Salah satu pembelian terbaik pada era sebelum Maldini. Sayangnya dia telah menolak tawaran Milan dan memilih berseragam Barca di akhir musim. Wajar, dia ingin karir lebih baik dengan klub yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi. 

Dari itu semua, saya selalu yakin pada Maldini. Pada kualitasnya saat menjadi pemain atau sekarang saat berada pada level manajerial. Atas kepemimpinannya, loyalitasnya, dan kapabilitasnya. Maldini adalah orang yang tepat, baik untuk manajemen ataupun fans Milan saat ini. Dengan segala keterbatasan dan kesulitan saja, Milan dibawa pada habitatnya semula, bersaing di 4 besar Serie A dan kembali ke Champion. Meski PR besar menanti seperti menemukan sayap kanan yang tepat, AMF yang pas dan striker yang mumpuni serta kedalaman yang kuat. Kita lihat bagaimana strategi pembeliannya pada musim depan.

Terakhir kali Milan mengangkat piala liga Champion pada era Maldini menjadi pemain (Source: google)

Saya sendiri tetap yakin pada Maldini. Meski dirinya selalu menyebut pesebakbola gagal karena tidak pernah membawa Piala Dunia untuk negaranya, tetapi bagi kami Milanisti, dia adalah harapan itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar