Sabtu, 18 April 2020

Nglayap: Tasik Sekelumit


Saya selalu percaya, sebuah perjalanan tanpa direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya akan punya peluang terealisasi lebih besar. Seperti perjalanan ke Tasikmalaya kali ini. Berawal dari ajakan Mas Desta sepulang dari side project kami di Jambi. Pada hari Minggu, sebelum berpisah di Terminal III, beliau ngide untuk jalan ke tempat Rizal, Tasikmalaya. Langsung saja ajakan tersebut saya samber. Saya coba kontak beberapa teman. Sayangnya kebanyakan sok sibuk.

Pada akhirnya hanya Ibnu yang menyambut ajakan kami. Doi sudah pasti mau, sebab dia yang paling rentan. Pusing kebanyakan kerjaan karena lagi bikin start-up baru. 

Terpilih 3 orang berangkat ke Tasik. Saya dan Ibnu berangkat menggunakan bus sedangkan Mas Desta dengan kereta. Seperti biasa, Saya lebih menikmati perjalanan menggunakan bus daripada kereta. Di hari Senin sorenya, saya langsung pesan tiket bus untuk 2 orang. Berangkat dari Kampung Rambutan.

Waktu keberangkatan ke Tasik tiba. Jum'at itu seharusnya bus kami berangkat pukul 8 malam. Karena terminalnya tak terlalu jauh dari kantor, maka sore itu saya masih menyempatkan main badminton sampai maghrib. Pukul 7 lebih 15 saya berangkat dari kantor. Apes, malam itu jalanan menuju Kampung Rambutan sangat macet. Apalagi saya lupa ngasih tahu jalan tercepat menuju ke terminal pada sopir. 

Pukul 8 kurang 10 menit ketika saya masih menuju Pasar Minggu, agen bus-nya sudah menelpon. Dia bilang jam 8 tepat mereka harus sudah berangkat. Sebab tidak memungkinkan untuk dikejar di Kampung Rambutan, Saya bilang untuk menunggu di pintu masuk tol saja. Itu lebih realistis dibanding ke Kampung Rambutan dulu. Kejadian serupa juga dialami Ibnu, nampaknya dia juga telat. 

Agen berkali-kali menelpon dan menanyakan posisi Saya. Wajar karena waktu itu sudah pukul 8.10 dan bus sudah menunggu di depan Tol. Untungnya dengan sedikit ilmu ngeles, Saya bisa mencegah keberangkatan bus. Tepat 8.15 akhirnya kami dapat mengejar bus yang sudah bersiap melaju. 

Sampai di dalam bus, kami tak berani menatap penumpang lainnya. Kami diam saja. Baru setelah lampu dimatikan, kami akhirnya bisa tertawa. 

Malam itu tak ada gangguan perjalanan yang berarti. Jalanan cukup lenggang. Jam setengah dua kami sudah tiba Ciawi, tempat kami akan dijemput oleh Rizal. Menggunakan 2 buah motor, Rizal dan temannya akhinrya muncul. Kami langsung naik dan menuju tempat tinggalnya Rizal.

Tiba di pendoponya Rizal, kami mengobrol banyak hal. Terpaksa Mas Desta yang sudah lebih dulu sampai dan menggelar kasurnya ikutan nimbrung. Sampai pukul 5 pagi, kami akhirnya tak bisa tidur. Rizal memutuskan untuk mengajak kami sunrise di sekitar tempat tinggalnya.

Tempat tinggal Rizal mengingatkan saya pada rumah di Magelang. Suasana desa masih sangat kental, orangnya ramah-ramah, udara masih dingin, dan lingkungannya bersih. Kanan kiri jalan adalah sawah dan irigasi dengan air mengalir sangat jernih. 

Sayangnya kami hanya bisa menikmatinya selama 2 hari saja. Itu pun hari pertama hampir sebagian besar kami habiskan untuk tidur. Karena begadang sampai pagi, kami membalasnya dengan tidur sesiangan. Dan baru pukul 5 sore kami pindah ke tempat ngopi. Lokasinya ada di area hutan Perhutani. Lumayan bagus dan sangat direkomendasikan untuk ke sana. Namanya Kopi Sarasa (gak usah nanya lokasinya, googling aja pasti nemu).  

Hari kedua, setelah subuh kami bersiap menuju Gunung Galunggung. Saya sendiri hampir tidak tidur, karena streaming AC Milan vs Fiorentina. Ya seperti biasa, pasti hasilnya mengecewakan.

Setelah dari Gunung Galunggung, kami diajak Rizal untuk mandi air panas. Emang karena kami bersama akamsi (anak kampung sini) ya akhirnya kami dapat pemandian yang tak biasa. Lokasinya agak masuk, melewati hutan dan sungai. Harus jalan kaki selama 20 menit. Tapi kami cukup puas. Itulah yang namanya Hidden Gem.

Lepas dari pemandian air panas, kami harus diburu dengan jadwal kepulangan. Bus kami berangkat pukul 6 sore. Maka jam 3 sore kami harus sudah berangkat dari pendoponya Rizal. Sampai di Kota Tasik masih ada waktu buat kulineran dan jajan. Kami pun menyempatkan icip Mie Bakso Firman dan warung kopi di sana. Tepat pukul 5, kami menuju ke terminal Tasik untuk pulang ke Jakarta.

Sampai di Jakarta kira-kira masih pukul 10 malam. Bus berhenti di Poolnya di daerah Cililitan, sebelah SMA 14 Jakarta. Pas pesen taksi online baru sadar ternyata di situ lokasi SMA 14 Jakarta. Oh. Baeklah. 


Muka-muka ngantuk tapi masih mau jalan-jalan. Niatnya Siang itu mau renang di sana dan jalan-jalan keliling desa. Tapi kami malah "pingsan" sampai sore.

Pekarangan pendoponya Rizal. Pas udah pagi, nemu motor jaman saya TK. Udah saya tawar buat direstorasi lagi, tapi si Empunya tak mau melepaskan. 


Jadi anak Gahul Tasik sebenar lah. Di tempat ngupi ini kami juga diskusi sama temen-temannya Rizal. Mereka adalah aktivis muda yang sedang membangun Tasik. Hajar Bleh!

Hujan? Kopi? Sore? Udah Indie Banget? Ahela biasa aja. Ngopi-ngopi aja, gak perlu berpuisi dan didramatisasi. 

Begini penampakan tempat ngupinya. 

Hari kedua, kami singgah sebentar ke Gunung Galunggung. Itu kebanyakan selfie dan foto-foto bukan karena seneng selfie, cuma buat alasan aja biar bisa rehat sejenak. Napas tuwir! Dasar kau!
Dan tunjiklah Kami jalan yang benar... 

Hoy Rizal dan Gina, bisa kali jangan nyecer namamu di sini. 



Perjalanan menuju 'Hidden Gem'. Kebanyang gak abis mandi air panas pasti musti mandi lagi. Ya iyalah, pulangnya pasti kringetan lagi. 

Jacuzzi di alamnya... 

Yes nemu yang jualan Nira. Nira ya, belum Tuak. 



Eat and then Sleep. Nikmat mana lagi yang kau dustakan? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar