Kondisi desa Renah Pelaan, Merangin, Jambi. |
Matahari waktu itu tepat di atas kepala kami, kala rombongan kami menunggu
di depan rumah panggung cat hijau. Untungnya ada beberapa pelindung naungan
pohon yang menangkal sinar surya secara langsung. Setelah menunggu sekitar setengah
jam, akhirnya nampak dua orang laki-laki dengan motornya dari arah barat. Apri, pria yang membonceng motor itu datang
membawa sebuah laptop.
“Maaf menunggu lama Bang, kami harus mencari laptop yang ada
dayanya. Maklum kalau siang tempat kami tidak listrik” ucapnya.
Kemudian, dia mempersilahkan kami naik ke dalam rumah. Mereka
mempersilahkan kami duduk dan menghindangkan kopi hasil olahan warga sendiri. Kemudian Apri dan Temannya membuka
laptopnya. Apri adalah salah seorang guru sekolah dasar di desa Renah Pelaan.
Dulunya, dia adalah salah satu kader database yang dilatih oleh Mitra Aksi.
Tak beberapa lama dia mengakses aplikasi database di laptop
bercap TFCA-Sumatera. Saya pun mendekat untuk melihat mereka memaparkan tentang
aplikasi data dan informasi desa Renah Pelaan, Jambi. Dia menunjukan kondisi
ekonomi masyarakat melalui angka-angka yang tertera di layar laptop.
“Berkat database ini, desa kami mengalami kenaikan peringkat
administrasi di Kecamatan Jangkat pada tahun 2019. Kami berhasil naik dari
peringkat 15 ke peringkat 4” jelasnya. Manfaat lainnya yang bisa diambil dari
penerapan database desa adalah Rencana Kerja Pemerintah dan APBDES berhasil
menjadi yang pertama masuk ke kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten
Merangin. Pada level kebijakan, database desa juga mendorong lahirnya BUMDes
(Badan Usama Milik Desa) yang sesuai dengan potensi lokal masyarakat desa. Sehingga pangkalan data tersebut menghasilkan rencana BUMDES tepat sasaran.
Menerangkan tentang database desa. |
Pangkalan data desa ini baru saja diperkenalkan oleh Lembaga
Mitra Aksi kepada masyarakat desa Renah Pelaan, sekitar 7 bulan yang lalu.
Adit, koordinator program Mitra Aksi mengatakan bahwa proses penerapan database
desa dimulai dari : sosialisasi manfaat program database kepada masyarakat, penunjukan
kader database melalui Surat Keputusan (SK) Desa, peningkatan kapasitas kader
melalui pelatihan dan pengenalan alat, praktik sensus pengambilan data sosial
dan spasial di desa, input hasil sensus, workshop bersama untuk
mempresentasikan analisis dan hasil, rekomendasi dan produk kebijakan, serta update
data. Proses tersebut cukup menantang dan tidak mudah, sebab kebanyakan kader
database ternyata belum pernah menggunakan laptop. Mereka harus memulainya dari pelatihan penggunaan
laptop. Ketersediaan listrik yang hanya ada di malam hari membuat mereka harus pintar untuk mengelola
waktu.
Setelah kegiatan pelatihan dan orientasi database selesai, kegiatan
selanjutnya dilakukan oleh masyarakat desa sendiri. Kader mengambil data-data
tiap kepala keluarga seperti jumlah penghuni, jumlah lansia, pencatatan difabel,
pendapatan masyarakat, asset keluarga, luas lahan, titik koordinat, foto rumah.
Tak lupa mereka akan menempelkan ID pada rumah yangtelah terdata. Data yang
didapat kemudian diinput dalam aplikasi. Pekerjaan analisa data peta sebagian
besar masih dilakukan oleh Mitra Aksi.
Keterlibatan masyarakat secara langsung ternyata memiliki
dua manfaat sekaligus. Pertama, pada tahap inilah proses partisipasi dan
kaderisasi dilakukan. Masyarakat dilibatkan secara langsung untuk dapat mengambil
pembelajaran dan melihat proses input data. Sehingga ketika nanti Mitra Aksi
tidak lagi mendampingi, masyarakat masih tetap dapat melakukan proses tersebut.
Kedua, pelibatan masyarakat dalam proses input data untuk memverifikasi data.
Kader berasal dari masyarakat dan mereka mengenal tentang seluk beluk desa
serta masyarakat yang lain, sehingga data yang diperoleh menjadi lebih akurat.
Setelah input data rampung, tahap selanjutnya adalah analisis
data peta dan penyelenggaraan lokakarya untuk memaparkan hasil dan rekomendasi
kebijakan kepada masyarakat. Tahap ini menjadi salah satu kegiatan yang penting
dalam proses mendorong kebijakan baru dan mengupayakan keterbukaan publik.
Masyarakat dapat mengetahui profil dan potensi desa mereka, sehingga dapat bersama-sama
merumuskan rekomendasi kebijakan desa. Ada partisipasi yang dibangun di dalam
proses mendorong kebijakan baru. Dalam proses ini terjadi diskusi dan tukar
pikiran antara masyarakat, kader, pemerintah desa, dan pendamping. Selain itu
ada proses penyadartahuan yang dapat mendorong perubahan persepsi terhadap perlindungan
kawasan.
Saat ini, melalui pendanaan TFCA-Sumatera, Mitra Aksi
mendorong implementasi database di 6 desa (Pulau Tengah, Lubuk Pungguk, Muara
Madras, Koto Renah, Renah Pelaan, Renah Alai). Sementara di luar dukungan
TFCA-Sumatera, Mitra Aksi telah mendorong penggunaan database kepada 48 desa di
Jambi (Kabupaten Kerinci, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muara
Jambi, dan Merangin).
Menurut Hambali, Pembina Mitra Aksi, rencana
pengembangan database desa selanjutnya adalah dengan memasukan data emisi
karbon dan Sertifikasi Indikasi Geografis (SIG) tanaman sebagai salah satu
indikator perlindungan kawasan hutan. Mimpi besarnya adalah para pemerintah
desa dan masyarakat Indonesia dapat bekerja berbasis data, sehingga
kebijakan-kebijakan yang dihasilkan berdasarkan scientific dan lebih tepat sasaran. Jika ditilik lagi, ini sejalan
dengan paraturan Kementerian Pedesaaan nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Syarat
Informasi Desa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar