Rabu, 01 Mei 2019

Membangun 'Knowledge Management' Melalui Berbagi Pengetahuan



“Kalau perekonomian masih tumbuh, sementara usaha Anda mengalami kemunduran, itu pertanda ada lawan-lawan baru yang tak terlihat. Temukanlah. Gunakan ilmunya untuk menciptakan sesuatu yang baru” Steve Jobs

Dewasa ini, perusahaan atau organisasi dituntut selalu dinamis dalam menangkap kesempatan dan perubahan zaman. Anonim pernah berkata bahwa kepunahan suatu perusahaan adalah keniscayaan, tetapi tugas kita adalah bagaimana dapat mengundur kepunahan tersebut. Kepunahan dapat ‘diundur’ ketika perusahaan atau organisasi ramah terhadap perkembangan zaman.

Salah satu contoh kegagalan perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan zaman adalah Nokia. Perusahaan telekomunikasi asal Finlandia ini pernah berjaya cukup lama di bidangnya. Namun tiba-tiba dia harus terpuruk karena sedikit bebal menangkap perkembangan zaman. Nokia bersikeras untuk tetap mempertahankan sistem Symbian-nya. Dia menolak sistem android (yang sekarang merajai pasar gawai di dunia). Nokia melihat bahwa sistem android waktu itu banyak celahnya. Namun dia tidak melihat permintaan pasar. Bahasanya Rhenald Kasali, Nokia tak pernah bisa menjembatani permintaan lintas-generasi. Walhasil, tiba-tiba android berkembang pesat. Pada waktu itu permintaan gawai tak sebatas menghadirkan perangkat untuk berkomunikasi melalui telepon. Tetapi bisa hadir bersama dengan kehidupan sehari-hari mereka. Sebut saja salah satunya, permintaan aplikasi game. Meski banyak kelemahannya waktu itu, Android dengan sistem Java-nya mampu dengan mudah mengembangkan aplikasi permainan. Bahkan saat ini, Android telah hadir bersama dalam keseharian masyarakat, dari mulai alat hiburan sampai menyediakan tools pembayaran berbasis elektronik. Sistem Symbian yang diklaim susah dikembangkan oleh para developer akhirnya harus menyerah. Tak berhenti disana, pada saat Nokia telah gagal dan melihat besarnya Android saat itu, mereka malah bekerja sama dengan Microsoft. Mereka masih menolak android. Steven Elop, CEO Nokia waktu itu, mengatakan bahwa Nokia dan Windows Phone-nya akan dapat mengalahkan dominasi Android. Tetapi kemudian faktanya adalah Nokia masih tetap terpuruk. Dua kali Nokia harus gagal. Sekarang mereka telah menggandeng Android dalam perangkat lunaknya, tetapi pada saat yang sama gawai lain sudah berlari meninggalkan Nokia.


Pada zaman serba tidak pasti ini (Disruption Era), perusahaan semestinya peka terhadap ide-ide baru. Dunia telah berkembang, saat ini nilai perusahaan bukan pada asset-asset berbentuknya. Tetapi pada asset tak berwujudnya seperti Sumberdaya Manusia bersama ide-ide luar biasanya. Inilah yang dinamakan Industri 4.0. Pengelolaan Data dan Pengetahuan menjadi unsur penting disana. Gagasan-gasaran kebaruan ini bisa ditangkap perusahaan dari internal perusahaan sendiri atau berdasarkan pembelajaran praktis yang ada. Untuk bisa dengan mudah memanen pengetahuan tersebut, perusahaan harus dapat mengelola dan merawat pengetahuan praktis tersebut.

Sistem pengelolaan pengetahuan menjadi penting dalam perusahaan karena disanalah letak asset intangible (tak berwujud) suatu perusahaan. Ada banyak kompetisi yang harus dihadirkan dalam sistem pengelolaan pengetahuan ini misalnya saja infrastruktur (The Expertise Locator), Community of Interest (COI), Peer Assists, Share Learning, Project Retrospective, Community of Practice (COP), dan didukung oleh Technologi, Change Management, serta Strategi pelaksanaan.

Semua kompetensi mestinya memang harus dibangun untuk dapat mendorong terciptanya sistem pengelolaan pengetahuan yang optimal. Namun, apa sesungguhnya hal yang lebih penting dari itu semua? 

Justru seringkali kita terlena menghabiskan tenaga, pikiran dan cost untuk membuat infrastruktur berbagi. Misalnya menyiapkan aplikasi-aplikasi yang kadang biayanya tidak murah. Dan kita lupa bahwa inti dari Pengelolaan Pengetahuan adalah membudayakan berbagi pengetahuan tersebut. Terkadang, urusan berbagi pengetahuan menjadi sangat sulit karena ada beberapa orang yang menganggap bahwa pengetahuan adalah power. Siapa yang dapat menguasai pengetahuan, dialah yang menang. Anggapan tersebut harus diluruskan, pengetahuan bukanlah power, sebaliknya berbagi adalah power.

Berbagi pengetahuan berarti mengulang pengetahuan yang kita dapatkan untuk diteruskan kepada orang lain. Maka otak akan memanggil kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah tersimpan. Kemudian ketika kita menyampaikan sesuatu pengalaman atau pembelajaran, ada proses menstrukturkan pikiran. Sehingga, berbagi juga merupakan proses belajar yang paling efektif bagi yang memberikan pengetahuan.
Dalam sebuah Learning Pyramid, share learning menjadi satu tingkatan belajar yang paling tinggi jika dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Melalaui proses belajar ini dapat lebih meningkatkan kemampuan pemahaman dari pembelajar. Pembelajar secara tidak langsung akan dituntut untuk lebih paham terhadap materi yang akan dibagikan kepada peserta lainnya. Hal ini dapat meningkatkan akselerasi belajar. Tujuan utamanya adalah bukan pada orang yang menerima (peserta), tetapi pada mereka yang akan memberikan pembelajaran. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya. 

Dari berbagi dan berdiskusi, kita juga akan mendapatkan perspektif lain. Perspektif ini kadang sangat penting untuk menyempurnakan gagasan-gagasan kita. Semakin beragam masukan yang terserap ke dalam otak, semakin bagus penyempurnaan ide kita. Bagi perusahaan sendiri, budaya berbagi dapat menjadi best practice learning setiap projek. Harapannya dengan mengambil pembelajaran dan pengalaman dari projek sebelumnya dapat mengambil pengalaman kegagalan dan kesuksesan dari projek sebelumnya. Sama seperti kata-kata yang Saya kuote dari Steve Jobs di atas, ambil ilmunya, scale up dan terapkan. Hal ini akan lebih mengefektifkan projek daripada harus belajar lagi dari trial and error. Pada satu sisi, hal tersebut juga dapat mengurangi cost dari trial and error.

Dalam praktiknya, budaya berbagi bisa melalui tatap muka langsung seperti sesi share learning khusus atau community of interest (perkumpulan minat khusus dalam suatu perusahaan atau organisasi). Atau bisa juga dengan bantuan aplikasi seperti whatsapp, line, atau workspace facebook. Semuanya tentu baik untuk menjadi ruang berbagi. Tetapi, berbagi yang optimal adalah ketika dilakukan secara informal. Ruang berbagi informal ini justru terbukti dapat mendorong optimalisasi berbagi. Kita tidak terbatas sekat-sekat struktural (silo organization)dan suasana lebih cair sehingga lebih mudah untuk menerima pembelajaran baru.  

Pada ekosistem perusahaan atau institusi, terkadang para karyawan terlalu sibuk dengan dunianya sendiri karena deadline atau jobdesk yang menumpuk. Sehinga jarang sekali karyawan mau untuk belajar pada hal-hal baru. Misalnya dengan adanya ruang berbagi seperti share learning, dapat membuka pandangan baru yang mungkin akan menambah khasanah dalam pekerjaan atau projek yang sedang ditangani. Hal ini juga dapat membuka peluang kolabarasi antar departemen.

Ketika perusahaan atau institusi dapat membudidayakan berbagi pengetahuan, maka akan mudah untuk menciptakan masyarakat pembelajar di dalamnya.Orang-orang akan lebih terbuka untuk hal-hal yang baru dan tidak alergi untuk menerapkannya. Bagi perusahaan atau institusi ini akan menjadi lebih peka untuk menangkap perubahan dan tantangan zaman. Ketika demikian, maka perusahaan akan lebih sustain dan mendapat provit yang lebih tinggi. 
***
Mandatori sebagai praktisi KM. Sebab, berbagi harus dimulai dari diri sendiri. Selamat berbagi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar