anak mawas sedang bergelantungan pada ranting-ranting |
“Serius Mas mau ke Bukit Lawang sendirian?” tanya seorang teman sore itu. “Yoi, serius dong” timpal saya.
Saya santai saja karena ini memang bukan kali pertama saya
melakukan perjalanan sendirian. Melancong seorang diri sudah saya mulai sejak
zaman kuliah. Tapi perjalanan sendirian yang paling saya kenang selama ini
adalah perjalanan mengambil data skripsi sendirian di Kemiren, Banyuwangi.
Salah satu perjalanan paling epik yang pernah saya alami. Semoga nanti saya
bisa menuliskannya.
Salah satu sisi baik melancong sendirian adalah pergi tanpa rencana yang runut dan bisa mengubah tujuan wisata seenaknya dan kapan saja. Seperti perjalanan ke Bukit Lawang kali
ini.
Saya baru kepikiran jalan ke Bukit Lawang pada Sabtu pagi dan
kemudian sorenya saya langsung berangkat.
Setelah memutuskan pergi ke Bukit Lawang, siang hari itu
saya bergegas menyelesaikan semua urusan kerjaan dan kemudian mengemas barang-barang.
Tak lupa saya menanyakan informasi umum tentang lokasi wisata yang akan didatangi
kepada teman-teman saya, seperti : bagaimana cara menuju ke Bukit Lawang,
tempat mana saja yang mesti dikunjungi, dan larangan atau budaya tertentu apa yang
harus dihindari serta fasilitas dan sarana prasarana apa yang ramah dompet.
Setelah semua informasi saya kira cukup, saya berpamitan ke
teman-teman dan memesan gojek dari hotel Santika Medan ke Simpang Kampung
Lalang. Oh ya, beberapa kota besar di Sumatera seperti Medan, Aceh, Pekanbaru,
Lampung, Palembang, Padang, dan Jambi sudah ada transportasi online tersebut. Ini cukup membantu
para pelancong seperti saya.
Panas menyengat dan
taburan debu setia menjadi teman di jalan. Untungnya, si Pengendara gojek
yang saya tumpangi baik hati. Ketika saya mengutarakan maksud untuk ke Bukit
Lawang, dia mencarikan dan mengantarkan
saya sampai ke depan bus yang saya maksud.