Selasa, 04 April 2017

Lelakon Ditinggal Lari Bus

Ilustrasi. Dijepret dari mobil Pak Cahyo.

Jumat Sore, Terminal Lebak Bulus Jakarta

Saya bergegas mengemasi barang-barang di atas meja kantor. Memasukan semua ke dalam tas biru 50 liter. Dari kantor saya menumpang gojek ke terminal Lebak Bulus.

Sekitar 30 menit sampai. Dan langsung menuju ke salah satu loket bus jurusan Jakarta-Magelang.

"Mbak, tiket Eksekutif ke Magelang masih ada?"
"Sudah habis Mas. Baru saja habis diambil oleh Ibu itu."
"Kalau yang VIP Mbak?"
"Habis juga Mas. Tinggal yang tambahan tapi patas AC"
"Yaudah Mbak, saya nunggu aja barangkali ada yang mbatalin"


Saya memutuskan untuk menunggu tiket cancel-an bus eksekutif atau VIP. Kalau beruntung mungkin dapat.

Saya sendiri memang terbilang senang bepergian dengan bus atau kereta. Kebetulan tiket kereta habis. Yasudah saya memilih untuk naik bus. Sengaja pesan go show karena selama ini ketika saya naik bus jarang kehabisan tiketnya.

Eh tapi "ndilalah" keapesan saya dimulai dari memesan tiket ini. Sejam saya menunggu sampe semua bus eksekutif dan VIP berangkat tak ada manusia satu pun yang menggagalkan rencana mereka naik bus. Mungkin karena libur panjang.

Ada satu orang yang datang setelah saya. Mungkin sekitar 30 menit sebelum bus berangkat. Tampak dia dan sang agen berdiskusi sebentar. Setelahnya, si calon penumpang tadi dapat satu tiket bus VIP. Agennya bilang ini ada pertukaran tempat duduk dengan penumpang lain. Padahal saya tak melihat penumpang lain ikut berdiskusi. Semacam pertukaran sepihak. Pas selesai transaksi, si penumpang mengucapkan terimakasih dan bersalaman sambil menyelipkan uang ke Agen. Tepat di depan mata saya.
Sontoloyo!

Saya tertawa dalam hati. Ternyata saya yang terlalu polos.

Dua jam saya menunggu. Semua eksekutif dan VIP sudah berangkat. Ya, dengan berat hati saya menyetujui saran dari agen untuk membeli tiket bus tambahan. Saya malas untuk mencari PO lain.

Ternyata tiket bus tambahan dijual dengan harga hampir 2 kali lipat. Alasannya, bus memang disiapkan untuk mengantar saja. Jadi bensin pulang-pergi harus ditanggung penumpang.

Setelah saya mengulurkan uang, petugas menulis identitas saya.


Bus yang dijanjikan datang jam 6 sore ternyata baru datang jam 8 malam. Ditambah bus tambahan yang dimaksud adalah bus pariwisata. Bukan bus resmi dari perusahannya.
Duh alamat bakalan sampe Magelang telat.

Okelah, yang penting saya pulang.

Sabtu, Jam 3 Dini Hari di Rest Area Majalengka

Sampainya di dalam bus, saya ambil tempat duduk. Agak acak dan tidak sesuai dengan nomor tempat duduk di nota pembelian. Harusnya saya mengisi bangku nomor 16. Tetapi sudah terisi. Daripada ribut akhirnya saya pilih bangku di belakang, toh masih kosong.

Kebetulan saya duduk sendiri. Bersama tas besar saya yang isinya laptop kantor (saya bawa pulang karena takut ada kerjaan mendadak yang harus dikirimkan, maklum karena saya ambil cuti hari Senin), harddisk, ipod, alat snorkeling, kamera underwater, PSP, dan beberapa barang elektronik lain. HP dan kamera saya bawa di tas slempang.

Karena tidak ada kawan mengobrol, saya nyalakan game dan dengerin musik sampe saya tertidur.

Kalau saya tidak salah, bus tak bertoilet ini belum berhenti sejak dari Lebak Bulus. Hanya mengangkut penumpang setelah keluar dari Bekasi. Itu pun ada beberapa orang yang hendak turun untuk buang air yang tidak diindahkan oleh sopir dan kernet.

Jam setengah 2 pagi, saya bangun karena kebelet kencing. Bus melewati beberapa pom bensin di rest area. Saya sumringah. Saya pikir dia hendak berhenti. Tapi ternyata tidak! Bus berlalu begitu saja karena si sopir gak sabar dengan antrian di pom bensin. Harusnya kru bus sadar diri bahwa busnya tidak dilengkapi toilet. Ketika di pom bensin berilah beberapa menit kesempatan pada penumpangnya untuk membuang hajat.

Baru pukul 3 pagi, bus menepi di pom bensin dan tempat istirahat sejenak Majalengka. Saya berdiri dari tempat duduk. Saya lihat sekeliling, semua orang terlelap. Langsung saya berinisiasi untuk keluar sebentar.

"Pak, saya kencing sebentar. Tunggu ya"
"Ya Mas"
Saya juga mengulanginya ke kernet sebelum saya turun. Dengan terikan mantap kernet membalas "Oke Mas".

Saya agak berlari ke toilet. Saya punya perasaan buruk dengang sopir karena melihat tingkah lakunya yang tak sabaran. Kebetulan toilet berjarak 300 meter dari dari terminal pengisian bahan bakar. Tidak lama setelah selesai, saya langsung menuju bus. Saya hitung kira-kira dari saya mencari toilet sampe kembali ke pom bensin sekitar 5 menitan.

Dan saya bingung ketika kembali ke pom bensin bus yang saya tumpangi raup.

Saya lihat sekeliling saya. Nyari pom bensin lain. Barangkali saya salah arah. Tetapi saya yakin itu tempat bus mengisi bahan bakar tadi. Saya putari itu pom bensin.

Ada bus yang warnanya mirip dengan bus yang saya tumpangi, tetapi penumpangnya adalah para santri. Jelas tadi teman-teman di bus saya bukan santri.

Saya jalan ke pinggir tol. Mungkin bus diparkir pinggir tol. Ternyata tidak ada juga.

Akhirnya saya kembali ke pom bensin. Saya tanya ke petugas.

"Waduh Mas, bus yang tadi sudah berangkat setelah mengisi bensin"
Argh... Kampret!
Saya tak sadar tangan saya reflek meninju tiang beton penyangga pom bensin sambil mencerca.

Saya coba kuasai diri. Dan pamit berterimakasih pada petugas pom. Setelah yakin kalau  ditinggal oleh bus tadi, Saya jalan menuju Alfamart dekat pom bensin. Membeli AQUA dan menyusun rencana. Saya yakin dengan AQUA saya lebih berkonsentrasi. Mungkin saya ketinggalan bus karena kurang minum. Ada AQUA?

Saya coba susun strategi.

Prioritas utama adalah keberadaan tas saya yang berisi laptop kantor. Itu jauh lebih penting. Saya ingat ada data yang belum kelar saya kerjakan. Butuh banyak waktu untuk mengerjakan data tersebut. Juga sudah hampir 3 bulan saya tidak memback-up data kantor ke penyimpanan internal. Lalu saya baru sadar, harddisk saya yang berisi data pribadi ada di dalam tas juga. Kalau sampai ilang bisa mampus.

Untung, gawai dan dompet saya kantongi.

Setelah tas, prioritas saya selanjutnya adalah mencari jalan pulang.

Pilihan pertama adalah menelpon si agen. Kebetulan yang entah disengaja atau tidak. Saya sempat berkenalan dengan agen. Saya sudah membayangkan ketika saya hendak pulang dan kehabisan tiket kereta saya bisa menghubungi agen tersebut. Ya sekalian menyambung silaturahmi dan pertemanan.

Kurang ajarnya, jam 4 pagi itu nomor agen tak bisa dihubungi. Saya menelusuri internet mencari nomor agen oto tersebut. Menemukan nomor tetapi sama dengan yang saya catat.

Jam setengah 5 saya sudah was-was akan nasib tas.
Akhirnya jalan terakhir terpaksa saya pakai. Saya telpon orang rumah. Sebenernya saya tidak mau mengabari sebelum semua urusan selesai. Tapi bagaimana lagi, ini pilihan terakhir.

Berharap ayah saya dapat membantu. Karena teman-teman beliau banyak yang bekerja di agen bus tersebut.

Kemudian setelah menghubungi ayah saya, kami sepakat untuk membagi tugas. Ayah akan menghubungi teman-temannya di agen bus tersebut serta mengambil barang-barang saya yang tertinggal.

Sedang saya, selain mencari tahu keberadaan bus itu juga harus menemu tahu cara bisa pulang ke Magelang.

Saya meneguk AQUA. Dan berjalan ke pom bensin. Melanjutkan tugas mencari jalan pulang sembari dag-dig-dug akan nasib tas seisinya.


Pencarian Jalan Pulang

Sampai di depan pom bensin. Saya mencari informasi tentang bus jurusan Magelang yang biasa mengisi bahan bakar di rest area tersebut. Kata petugas pom bensin, ada bus nanti jam 5-an. Itupun kalau lewat. Ya, saya tahu sangat jarang bus Magelang yang mengisi bensin di sini.

Saya tidak mau mengandalkan kata "itu pun kalau lewat Mas. Karena jarang-jarang sih kalau bus itu". Saya coba berjalan ke arah jalan tol.
Melihat beberapa bus lain yang tujuannya ke Magelang dan sekitar. Sayangnya semua bus melaju dengan kencang, pikir saya bus tidak akan mau berhenti kalau distop.

Akhirnya saya kembali ke pom bensin. Agak ragu-ragu untuk menyetop bus berplat G dan bus pariwisata lain. Ah itu akan saya gunakan untuk jalan terakhir saja.

Sewaktu sedang mencari ide ini. Bapak saya menelpon. Beliau menanyakan nomor kendaraan dan nama bus.

Mampus. Saya bahkan tidak familiar dengan busnya. Lupa namanya.
Apalagi dengan plat nomornya. Tapi saya buka lagi kwitansi dari agen tadi. Ada nomor polisi bus.
Tapi itu juga tidak membantu. Tulisan dari agen lebih buruk dari tulisan dokter. Saya yakin, itu agen juga ngawur nulisnya.

Ya sudahlah. Mau gimana lagi. Mari kita tanggung kesialan ini dengan membusungkan dada. Kalau sampe barang-barang hilang, saya akan membuat perjanjian dengan si agen. Mereka harus menanggungnya. Pikir saya untuk menghibur diri. Biar berkonsentrasi mencari cara pulang.

Selesai berpikir demikian. Kepikiran mencari tebengan mobil pribadi. Mungkin lebih gampang. Pilih-pilih mobil pribadi dengan nopol Magelang dan sekitar. Plat B sementara diskip dulu. Entah kenapa perasaan saya berbicara kalau harus nyari plat yang java sentris.

Maka munculah avanza silver di bamper depan bertuliskan "AB". Mobil itu sedang diisi bensin oleh si empunya. Saya minum AQUA dan mendekatinya.

Saya sapa bapak yang menyetir mobil. Berdoa semoga beliau sendiri adalah tuannya. Biar lebih mudah menejelaskan. Sembari mengisi bahan bakar, saya menjelaskan maksud dan tujuan. Kurang lebih 5 menit berusaha meyakinkan beliau.

Lantas dengan suara agak pasrah dan nada rendah, beliau bilang "Ya Mas, silahkan masuk".
Di dalam mobil hanya ada 3 orang termasuk bapakanya. Istri yang tadinya ada di depan menemani bapak, mundur ke belakang bersama anaknya yang terlelap.
Saya duduk di depan bersama bapaknya.

Agaknya usia si bapak 40-an tahun. Kemudian saya memperkenalkan diri lebih dalam. Menceritakan kronoligis secara rinci. Dan menguraikan latar belakang pribadi selayaknya orang mau melamar anak perempuannya. Haha. Gakpapa, biar bapaknya percaya. Dan sepertinya si bapak yang saya kenal dengan nama Pak Cahyo tersebut yakin dengan awak.

Dalam mobil, kami mengobrol banyak hal. Saya kemudian tahu kalau Pak Cahyo adalah orang asli Wates. Bermukim di Tangerang. Bersyukur bertemu dengan Pak Cahyo beserta keluarga. Mungkin jika ada orang dipinggir jalan melambai untuk ikut kadang masih berpikir sekian kali untuk mengajaknya bareng. Kecuali dengan orang yang dikenal.

Saya digratisi sarapan pagi di daerah Tegal. Dibelikan cemilan. Diantarkan sampai terminal Purworejo. Sebelum turun, beliu menanyakan apakah masih ada uang? Itu yang kemudian membuat saya memasukan tangan kanan ke saku celana lagi. Rencana memberikan uang sharing bensin, diurungkan. Sebab orang seperti beliau akan sakit hati kalau diberikan uang. Baginya, persaudaraan lebih utama. Hingga saya berjanji untuk main ke rumahnya yang di Tangerang.

Terimakasih Pak Cahyo. Semoga kebaikan dan keberkahan selalu menyertaimu.

Nasib Tas dan Seisinya

Dibantu teman Bapak yang bekerja di Perusahaan Otobus (PO) tersebut, kami terus melacak nomor agen dan sopir bus pariwisata. Pukul 8 pagi, si agen baru bisa dihubungi. Parahnya, agen juga tidak punya nomor si sopir bus.

Saya marah soal ini.

Tak mau mengandalkan si agen yang kurang cekatan, saya langsung meminta nomor Bosnya. Ternyata si empunya agen juga nihil dengan nomor HP dan identitas sopir. Pada bos agen saya terpaksa mengeraskan nada bicara dalam sambungan telpon. Bagaimana kalau terjadi apa-apa di jalan? Seberapa besar tanggungjawab mereka? Ini memperlihatkan bahwa kepedulian mereka rendah.

Si Bos Agen baru menghubungi lagi pukul 11 siang. Dia baru mendapatkan nomor telpon Si Supir. Saya diminta untuk menghubunginya.

Apa yang kemudian sopir ucapkan ketika menerima telpon saya?
"Pak Yudha ini ya? Pak tenang barang bapak aman. Tas biru besar kan yang tertinggal?" Hanya itu. Bahkan kata maaf tidak keluar.
Ah tapi ya sudahlah, percuma ribut-ribut di telepon.
Jam 3 sore tas baru bisa diambil oleh Bapak. Saat itu posisi saya masih di jalan menuju Magelang.
***




 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar