|
Hidangan Rumah Makan Pak Malin |
Subuh itu, seorang lelaki berumur 60 tahun terlihat sedang memilah-milah ikan di
Pasar Raya Padang. Dia hendak membeli ikan untuk dimasak. Lelaki yang gemar
memakai peci ini ingin memastikan ikan-ikan yang hendak dibeli berkualitas bagus dan masih segar. “Kami memilih ikan segar untuk menghasilkan
masakan yang lezat. Ikannya pun berasal dari Mentawai“ terangnya.
Sepulangnya dari pasar dibersihkannya ikan-ikan itu. Kemudian
dicemplungkan ke dalam kuah gulai yang telah dimasak sebelum berangkat ke pasar. Lalu diaduk
sampe 30 menit dan siap dihidangkan. Sebagai tandem dari gulai ikan itu ada rebusan daun
singkong, sambel cabai hijau, sambal cabai merah, dan sambal terong.
|
Pemandangan Belakang Rumah Makan |
|
Sambil menunggu Si Empunya menyiapkan makanan, kami menikmati pemandangan di belakang rumahnya. Sempat tertipu dengan penampakan luaran rumah makannya yang terlihat kecil
dan sederhana. Namun setelah masuk, kami bisa melihat hamparan sawah beserta aktivitas petaninya dan
hijaunya bukit.
|
Gulai Kepala Ikan |
Semua hidangan
yang diolah oleh Pak Malin tepat pukul 10.00 WIB tiba di meja kami. Khusus
gulai ikan, kami memesan kepala Kerapu dan Baracuang. Perut kami telah siap. Karena kami memang sengaja mengosongkan
perut sejak pagi demi menikmati kepala Kerapu Pak Malin.
Tidak perlu menunggu komando. Tangan kami sudah cukup sigap mengambil semua yang terhidang di atas meja. Pertama kali saya coba adalah gulai ikan Karang -nama lain Kerapu-. Sebagai pecinta ikan-ikanan, saya merasakan perbedaan gulai ikan
ini dibanding gulai yang lain. Bumbumnya meresap ke dalam sela-sela tulang rawan kepala ikan. Rasa ikannya
tidak amis dan tekstur dagingnya pas. Maksudnya pas adalah daging ikan tidak
hancur atau terlalu lunak. Sehingga kami masih bisa menyecap atau menyedot kaldu
dari balik sela-sela tulangnya. Rasa kuahnya gurih dan tidak terlalu pedas. Bawang, jahe,
serai, dan kunyit semua bersatu-padu menambah nafsu makan. Tak ketinggalan
melengkapi bumbu gulai khas Minangkabau adalah ruku-ruku – sejenis tanaman kemanggi
yang biasa dipakai oleh orang Minangkabau untuk memasak gulai, dipercaya untuk
obat darah tinggi dan jantung- di dalam gulai yang membuat masakan menjadi
wangi. Karena campuran semua bumbu tadi, masakan bersantan ini rasanya tidak
menimbulkan “eneg”.
|
Memasak Menggunakan Kayu |
Selesai menyantap kudapan dari Pak Malin, saya diizinkan berkeliling
ke dapurnya. Saya baru menyadari rahasia kelezatan masakan Pak Malin setelah
keluar dari sana. Rahasia kelezatan panganan tadi ternyata ada pada 3 kunci. Pertama dari ikannya sendiri, dimana kesegaran
ikan selalu menjadi yang utama. Kedua terletak pada bumbunya. Pak Malin
mengatakan bahwa bumbu yang dipilih haruslah segar. Dia enggan membeli bumbu
yang sudah digiling di pasar. Dirinya menggiling bumbu sendiri dengan tangan.
Ketiga adalah cara memasak dan media masaknya. Untuk menghasilkan bumbu yang
meresap ke dalam daging dan tekstur daging yang pas diperlukan pengapian dari kayu bakar. Pak Malin setia menggunakan kayu bakar sejak pertama kali rumah makannya didirikan.
Masakan paling dicari di warung makan Pak Malin adalah Gulai
Lauk Ikan Karang. Harganya Rp. 100.000,-. Sedangkan Gulai Ikan Baracua
dan Turba dipatok Rp.80.000,-. Orang yang murah senyum ini mengaku bahwa sehari
dia bisa menjual 20 – 50 ekor ikan. Satu kepala ikan akan dibagi 2 dan setiap
bagian cukup untuk 3 orang. Omsetnya sehari bisa mencapai lebih dari 1 juta
rupiah.
|
Pak Malin Sedang Melayani Pelanggan |
Waktu kami datang kesana, kami beruntung sebab warungnya belum terlalu
ramai. Pak Malin menjelaskan bahwa semua masakannya biasanya habis setelah jam makan siang. Jika
beruntung kita masih bisa merasakan nikmatnya gulai kepala ikan sampai dengan
jam 5 sore. Itu pun tidak ada jaminan semua masakannya akan komplit terhidang. "Kalau jam 12 sudah pasti ramai, kadang juga sudah habis. Ya
ini cuma Allah yang mengatur rejeki” tandasnya dengan penuh sahaja.
Warung makan yang dirintis pada awal tahun 1990 kini telah
mempunyai tempat tersendiri di lidah para pelanggannya. Berdirinya warung makan
Pak Malin diawali dengan warung teh. Pada waktu itu warung ini disediakan untuk
para pekerja di depan rumahnya. Ketika itu dia hanya menyediakan teh manis
dengan modal 4 ribu rupiah. Seiring berjalannya waktu ternyata para pekerja
meminta Pak Malin untuk menyediakan makanan. Kemudian lelaki yang dulunya
berprofesi sebagai nelayan ini membuatkan lontong sayur dan gulai kepala ikan
untuk para pekerja. Berawal dari situ, masakannya menjadi buah bibir.
|
Penampakan Dari Depan Rumah Makan Pak Malin |
Satu lagi yang khas dari warung makan Pak Malin adalah teh
taluanya. Teh talua milik Pak Malin ini memiliki kekhasan yang membuat orang
selalu mencarinya. Teh taluanya memiliki 7 lapis tingkatan. Teh susu telor 7
tingkat hanya bisa dibuat oleh Pak Malin. Pegawai dan anak-anaknya belum bisa
membuat teh talua 7 tingkat. Menurut Pak Malin, kunci dari teh talua 7
tingkatan itu adalah lama pengocokan teh, telur, dan susu. Sayangnya waktu itu
saya belum beruntung menyicipi teh talua 7 tingkat karena yang membuatkan bukan
Pak Malin.
***
Catatan :
Rumah Makan Pak Malin ada di Jalan Marangsi Koto Gadang, Bungus Timur, Padang. Buka mulai jam 9 pagi - 5 sore. Jangan datang kesorean karena kalau anda sedang apes setelah jam makan siang masakannya sudah ludes.
|
Makan dengan Lahap |
|
Pemandangan Belakang Rumah Makan |
|
Gulai Kepala Ikan Karang |
|
|
|
|
|
|
Gulai Kepala Ikan Baracua |
|
Lalapan |
|
Memasak dengan tungku |
|
Seorang sedang mengaduk bumbu |
|
Senyum Pak Malin |
|
Memilah Cabai |
|
Teh Talua |
|
Segerombolan Pelanggan Sedang Menikmati Gulai Ikan Karang |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar