Senin, 12 Desember 2016

Menyecap Kelezatan Gulai Kepala Ikan Pak Malin



Hidangan Rumah Makan Pak Malin

Subuh itu, seorang lelaki berumur 60 tahun terlihat sedang memilah-milah ikan di Pasar Raya Padang. Dia hendak membeli ikan untuk dimasak. Lelaki yang gemar memakai peci ini ingin memastikan ikan-ikan yang hendak dibeli berkualitas bagus dan masih segar. “Kami memilih ikan segar untuk menghasilkan masakan yang lezat. Ikannya pun berasal dari Mentawai“ terangnya.

Sepulangnya dari pasar dibersihkannya ikan-ikan itu. Kemudian dicemplungkan ke dalam kuah gulai yang telah dimasak sebelum berangkat ke pasar. Lalu diaduk sampe 30 menit dan siap dihidangkan. Sebagai tandem dari gulai ikan itu ada rebusan daun singkong, sambel cabai hijau, sambal cabai merah, dan sambal terong.


Pemandangan Belakang Rumah Makan

Sambil menunggu Si Empunya menyiapkan makanan, kami menikmati pemandangan di belakang rumahnya. Sempat tertipu dengan penampakan luaran rumah makannya yang terlihat kecil dan sederhana. Namun setelah masuk, kami bisa melihat hamparan sawah beserta aktivitas petaninya dan hijaunya bukit.

Gulai Kepala Ikan

Semua hidangan yang diolah oleh Pak Malin tepat pukul 10.00 WIB tiba di meja kami. Khusus gulai ikan, kami memesan kepala Kerapu dan Baracuang. Perut kami telah siap. Karena kami memang sengaja mengosongkan perut sejak pagi demi menikmati kepala Kerapu Pak Malin.

Tidak perlu menunggu komando. Tangan kami sudah cukup sigap mengambil semua yang terhidang di atas meja. Pertama kali saya coba adalah gulai ikan Karang -nama lain Kerapu-. Sebagai pecinta ikan-ikanan, saya merasakan perbedaan gulai ikan ini dibanding gulai yang lain. Bumbumnya meresap ke dalam sela-sela tulang rawan kepala ikan. Rasa ikannya tidak amis dan tekstur dagingnya pas. Maksudnya pas adalah daging ikan tidak hancur atau terlalu lunak. Sehingga kami masih bisa menyecap atau menyedot kaldu dari balik sela-sela tulangnya. Rasa kuahnya gurih dan tidak terlalu pedas. Bawang, jahe, serai, dan kunyit semua bersatu-padu menambah nafsu makan. Tak ketinggalan melengkapi bumbu gulai khas Minangkabau adalah ruku-ruku – sejenis tanaman kemanggi yang biasa dipakai oleh orang Minangkabau untuk memasak gulai, dipercaya untuk obat darah tinggi dan jantung- di dalam gulai yang membuat masakan menjadi wangi. Karena campuran semua bumbu tadi, masakan bersantan ini rasanya tidak menimbulkan “eneg”.
Memasak Menggunakan Kayu

Selesai menyantap kudapan dari Pak Malin, saya diizinkan berkeliling ke dapurnya. Saya baru menyadari rahasia kelezatan masakan Pak Malin setelah keluar dari sana. Rahasia kelezatan panganan tadi ternyata ada pada 3 kunci. Pertama dari ikannya sendiri, dimana kesegaran ikan selalu menjadi yang utama. Kedua terletak pada bumbunya. Pak Malin mengatakan bahwa bumbu yang dipilih haruslah segar. Dia enggan membeli bumbu yang sudah digiling di pasar. Dirinya menggiling bumbu sendiri dengan tangan. Ketiga adalah cara memasak dan media masaknya. Untuk menghasilkan bumbu yang meresap ke dalam daging dan tekstur daging yang pas diperlukan pengapian dari kayu bakar. Pak Malin setia menggunakan kayu bakar sejak pertama kali rumah makannya didirikan.

Masakan paling dicari di warung makan Pak Malin adalah Gulai Lauk Ikan Karang. Harganya Rp. 100.000,-. Sedangkan Gulai Ikan Baracua dan Turba dipatok Rp.80.000,-. Orang yang murah senyum ini mengaku bahwa sehari dia bisa menjual 20 – 50 ekor ikan. Satu kepala ikan akan dibagi 2 dan setiap bagian cukup untuk 3 orang. Omsetnya sehari bisa mencapai lebih dari 1 juta rupiah.
Pak Malin Sedang Melayani Pelanggan

Waktu kami datang kesana, kami beruntung sebab warungnya belum terlalu ramai. Pak Malin menjelaskan bahwa semua masakannya biasanya habis setelah jam makan siang. Jika beruntung kita masih bisa merasakan nikmatnya gulai kepala ikan sampai dengan jam 5 sore. Itu pun tidak ada jaminan semua masakannya akan komplit terhidang. "Kalau jam 12 sudah pasti ramai, kadang juga sudah habis. Ya ini cuma Allah yang mengatur rejeki” tandasnya dengan penuh sahaja.

Warung makan yang dirintis pada awal tahun 1990 kini telah mempunyai tempat tersendiri di lidah para pelanggannya. Berdirinya warung makan Pak Malin diawali dengan warung teh. Pada waktu itu warung ini disediakan untuk para pekerja di depan rumahnya. Ketika itu dia hanya menyediakan teh manis dengan modal 4 ribu rupiah. Seiring berjalannya waktu ternyata para pekerja meminta Pak Malin untuk menyediakan makanan. Kemudian lelaki yang dulunya berprofesi sebagai nelayan ini membuatkan lontong sayur dan gulai kepala ikan untuk para pekerja. Berawal dari situ, masakannya menjadi buah bibir. 
Penampakan Dari Depan Rumah Makan Pak Malin


Satu lagi yang khas dari warung makan Pak Malin adalah teh taluanya. Teh talua milik Pak Malin ini memiliki kekhasan yang membuat orang selalu mencarinya. Teh taluanya memiliki 7 lapis tingkatan. Teh susu telor 7 tingkat hanya bisa dibuat oleh Pak Malin. Pegawai dan anak-anaknya belum bisa membuat teh talua 7 tingkat. Menurut Pak Malin, kunci dari teh talua 7 tingkatan itu adalah lama pengocokan teh, telur, dan susu. Sayangnya waktu itu saya belum beruntung menyicipi teh talua 7 tingkat karena yang membuatkan bukan Pak Malin.

***

Catatan :
Rumah Makan Pak Malin ada di Jalan Marangsi Koto Gadang, Bungus Timur, Padang. Buka mulai jam 9 pagi - 5 sore. Jangan datang kesorean karena kalau anda sedang apes setelah jam makan siang masakannya sudah ludes.

Makan dengan Lahap

Pemandangan Belakang Rumah Makan


Gulai Kepala Ikan Karang




Gulai Kepala Ikan Baracua

Lalapan


Memasak dengan tungku

Seorang sedang mengaduk bumbu

Senyum Pak Malin

Memilah Cabai

Teh Talua

Segerombolan Pelanggan Sedang Menikmati Gulai Ikan Karang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar