Rabu, 30 November 2016

Dari Kopi Untuk Benteng Taman Nasional Kerinci Seblat



“Cerita kopi tidak saja soal minuman. Karena setiap kopi yang kita minum selalu punya jalan ceritanya sendiri. Seperti halnya kopi di Renah Pemetik, Jambi. Kopi disana telah menjadi benteng Taman Nasional Kerinci Seblat dari serbuan perambah.”


biji kopi merah


Mobil double gardan hitam pagi itu telah berhasil mengocok perut saya dan beberapa teman wartawan. Kami dipaksa berolahraga di dalam mobil. Melewati jalanan dengan elevasi tinggi. Ditambah bonus lintasan berlumpur dan berbatu.
Kondisi jalan masih bagus di awal perjalanan
Satu jam pertama berangkat dari Sungai Penuh Jambi, kami masih bisa melihat perkampungan penduduk meski tidak padat. Setelahnya, kami hanya menemukan jurang, hutan, bukit, dan sungai. Perkampungan penduduk semakin jarang. Desa terakhir sebelum kami sampai ke tujuan jaraknya sakitar 1 jam perjalanan ditempuh dengan mobil.
Mobil kami parkir di depan rumah
Melintasi perjalanan 3,5 jam dari Kota Sungai Penuh akhirnya mobil kami berhenti pada sebuah rumah panggung di ujung desa. Rumah yang terbuat dari kayu dan letaknya di bibir sawah. Bagian belakangnya memhampar persawahan dan bentang alam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Udara segar merasuk ke dalam tubuh. Suara burung bersahut-sahutan. Serta gemercik air di samping rumah menambah hikmat kesan pertama di rumah itu. Mungkin ini sebuah pemandangan mahal bagi kami yang keseringan hidup di kota.

Kami turun. Memindahkan barang-barang dan bekal hidup selama 2 hari.

Selesai  beberes dan bebersih, kami menuju teras rumah. Telah menunggu di sana beberapa warga yang menyambut kedatangan kami.

Makan siang telah tersaji. Ayam goreng, gulai ikan, lalapan serta sambel merayu-rayu perut kami.

Ditemani gerimis tipis dan segelas minuman berkafein ini, babakan kopi kemudian mengalir dalam diskusi siang itu.