Foto oleh YudhaAN |
Tindakan Presiden yang spontanitas ini semoga dilakukan Beliau dengan tetap menerapkan kaidah pelepasliaran satwa di alam liar. Niat baik Presiden untuk melepas liarkan satwa bisa jadi mengganggu ekosistem apabila tidak dilakukan dengan kaidah yang tepat.
Panduan pelepasliaran satwa yang diterbitkan oleh sebuah organisasi internasional yang mengurusi konservasi sumberdaya alam, International Union for Conservation of Nature (IUCN), menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan harus dijalani oleh satwa yang akan dilepasliarkan. Pertama, pemeriksaan kesehatan satwa tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit yang berbahaya. Jika satwa yang dilepas membawa bibit penyakit di dalam tubuhnya, satwa tersebut bisa menularkannya pada satwa liar lain. Bibit penyakit tidak saja membahayakan satwa yang lain, bahkan dampak buruk yang lebih besar bisa membahayakan bagi populasi satwa di alam liar. Jadi penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh terhadap satwa yang hendak dilepasliarkan.
Kedua, untuk memastikan bahwa satwa tersebut mampu bertahan hidup di alam liar diperlukan penempatan dalam kandang rehabilitasi. Hal ini bertujuan untuk memulihkan naluri alamiahnya. Satwa yang dipelihara manusia biasanya akan kehilangan naluri bertahan hidup di alam liar karena terbiasa diberi makanan oleh pemiliknya. Apabila tiba-tiba satwa tersebut dilepas, tentu saja justru akan menyengsarakan satwa karena tidak bisa mencari makan.
Tahap ketiga, adalah mempersiapkan lokasi pelepasliaran. Kriteria lokasi pelepasliaran harus memenuhi persyaratan antara lain kesesuaian habitat, kepadatan populasi jenis yang sama dengan yang akan dilepasliarkan tidak boleh terlalu tinggi, dan keamanan lokasi dari perburuan. Satwa yang akan dilepasliarkan juga harus menjalani masa habituasi di lokasi pelepasliaran terlebih dahulu untuk mengenal lingkungannya. Pasca pelepasliaran, satwa juga harus dimonitor untuk memastikan dapat bertahan di habitat barunya.
Selain ketiga tahapan tersebut, perlu diperhatikan dan dipastikan juga bahwa jenis yang akan diintroduksi adalah jenis asli daerah tersebut. Hal ini untuk menghindari persaingan pada jenis lokal. Apabila yang dilepas adalah jenis asing dan berpontesi invasif (perkembangbiakannya cepat dan generalis), jenis tersebut justru bisa menjadi pesaing jenis-jenis lokal. Sehingga bisa menyebabkan kehilangan satwa lokal.
Kapasitas Jokowi sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini tentu bisa lebih besar dari hanya sekedar membeli satwa liar kemudian melepaskannya. Ketika Presiden membeli satwa di Pasar Pramuka, dikhwatirkan akan banyak orang meniru tindakan beliau. Selama ini di pasar tersebut diduga sering diperjualbelikan satwa ilegal dan langka. Membeli satwa liar belum tentu akan menjadi solusi dari pelestarian satwa. Membeli satwa liar hanya akan melestarikan usaha jual-beli dan perburuan satwa.
Beliau bisa saja mengajak kementerian terkait. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan misalnya, karena melalui kementerian tersebut tanggung jawab konservasi satwa dan pelestarian ekosistem melekat. Presiden dan KLHK bisa melakukan sidak penjualan satwa dilindungi bersama-sama atau memerintahkan kementerian untuk melakukan rehabilitasi satwa. Apalagi KLHK akhir Desember tahun lalu baru saja meluncurkan aplikasi GAKKUM LHK, aplikasi pengaduan dan informasi tentang perlindungan hutan, hukum kehutanan dan lingkungan serta berita-berita seputar penindakan kejahatan lingkungan dan kehutanan. Saya meyakini upaya pelestarian ekosistem dan perlindungan satwa yang terkoodirnasi dengan kementerian atau lembaga terkait akan jauh menghasilkan dampak yang lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar