(Alin, Pendiri Salam Rancage)
Dua minggu lalu saya berkesempatan untuk ikut mendampingi
masyarakat Palmerah dan Grogol Utara dalam kunjungan lapangan kerajinan koran bekas
di Komunitas “Salam Rancage”, Bogor.
Program kunjungan lapangan ini merupakan kegiatan vouluntering yang
diadakan oleh Kompas Gramedia. Tujuan dari kegiatan ini untuk memotivasi
masyarakat sekitar Palmerah dan Grogol Utara agar lebih kreatif dalam
memanfaatkan barang-barang bekas seperti koran.
Belajar dari “Salam Rancage”
Salam Rancage adalah komunitas yang bergerak dalam bidang
pemberdayaan masyarakat sekitar Kampung Sindang Sari untuk mengelola atau
mendaur ulang sampah (khususnya sampah koran)
menjadi kerajinan tangan. Seperti dalam taglinenya (tak ada rotan koran pun jadi) komunitas ini berusaha memanfaatkan sampah
koran yang selama ini dipandang tidak bernilai menjadi barang bernilai seni
tinggi.
Komunitas ini didirikan pada tahun 2009 yang awalnya hanya
bertujuan untuk membuat model Bank Sampah di Sekolah Alam Bogor agar mengubah
perilaku siswa menjadi lebih kreatif. Namun
ternyata eksperimen ini menarik bagi anak-anak dan orang tua siswa.
Kebetulan, saat itu warga melihat kerajinan hasil anak-anak dan tertarik untuk mencobanya. Dari situ, Bank Sampah ini
kemudian berkembang, yang tadinya hanya 1 (di sekolah alam saja) sekarang sudah
menjadi 6 Bank Sampah yang tersebar 5 Rukun Warga.
Keuntungan dari penjualan kerajinan koran bekas sebagian
besar dikembalikan lagi kepada masyarakat. Tujuh puluh lima persen keuntungan
penjualan untuk masyarakat dan 25% digunakan untuk keperluan
pemasaran. Saat ini hasil kerajinan koran sudah sering mengikuti pameran
internasional. Pada moment Inacraft, produk Salam Rancage masuk dalam nominator
dari sekitar 7000 produk yang diseleksi.
Sayangnya, pengelolaan sampah masih berkisar pada
sampah anorganik belum sampai pada pengelolaan sampah organik. Pengembangan
pengelolaan sampah organik masih terus dilakukan di laboratorium mereka.
Sampah Mengubah Pola Hidup Warga
Kegiatan mengolah sampah ini ternyata mampu mengubah pola
hidup warga. Awalnya warga yang sebagian berprofesi sebagai pengupas singkong
beralih menjadi pengrajin koran. Menjadi pengrajin koran lebih menggiurkan
hasilnya daripada mengupas singkong. Mengupas singkong hanya dihargai Rp.
2.000,-/karung, sedangkan menjadi pengrajin koran untuk melinting koran saja
per linting dihargai Rp. 25,- (rata-rata sehari tiap warga dapat menghasilkan
600 linting) belum lagi yang menjadi pengrajin koran (mengubah lintingan
menjadi kerajinan) dihargai lebih tinggi. Dengan hasil ini, para ibu rumat
tangga bisa membantu perekonomian keluarga.
Ada seorang Kakek yang sudah berumur lebih dari 60 tahun
masih semangat untuk melinting koran-koran bekas (bahan kerajinan koran sebagai
ganti dari rotan). Dalam sehari rata-rata kakek itu bisa menghasilkan 600
linting koran. Jika 1 linting dihargai Rp 25,- maka sehari dia bisa memperoleh
Rp 15.000,-. Kakek ini dahulu adalah seorang penjual bubur keliling dan
akhirnya saat ini memilih untuk bekerja melinting korang. Menurutnya hasil ini
lebih tinggi daripada menjual bubur keliling. Uang hasil melinting koran
digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan obat-obatan, imbunya.
Koran-koran yang telah dilinting ini kemudian akan disetor
kepada pengrajin untuk dianyam menjadi barang kerajinan, misalnya : keranjang
baju, tas tenteng, tempat pensil, keranjang buah, bahkan sampai dibuat karpet.
Dalam bidang lingkungan, kerajinan sampah ini merubah
lingkungan sekitar menjadi bersih. Adanya kerajinan sampah ini juga ternyata
mampu mencegah banjir yang selama ini sering menghampiri Kampung Sindang Sari,
kampung yang berada di sekitar sempadan sungai. Tidak terlihat sampah-sampah
yang terbawa aliran sungai lagi, padahal dahulu sebelum adanya aktivitas ini
sungai dipenuhi oleh sampah-sampah yang mengakibatkan banjir. Kualitas air juga
terlihat lebih bersih.
Mengawali Perjuangan Menjadi Pionir
Melihat suksesnya pemberdayaan masyarakat Kampung Sindang
Sari hari ini, tidak pernah lepas dari perjuangan Ibu Alin dan rekan-rekannya.
Perjuangan mereka tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan. Perjuangan
Ibu Alin dan rekan-rekannya untuk meyakinkan masyarakat akan kegiatan ini membutuhkan
proses dan waktu yang lama. Masyarakat awalnya susah untuk berpartisipasi. Namun
lama kelamaan setelah mereka melihat hasil penjualan kerajinan, mereka menjadi
tertarik untuk mencoba. Sampai dengan saat ini, banyak masyarakat di sana
beralih profesi menjadi pengrajin koran bekas. Menurut Ibu Alin, kunci
keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah istiqomah. Istiqomah untuk tetap
memberi contoh sukses bagi masyarakat. Ditambah dengan niat yang baik untuk
kebermanfaatan masyarakat.
Memilah-milah sampah di Bank Sampah |
"kartini" penggiat Kerajinan Koran |
Belajar Mengayam |
Keranjang Baju |
Ibu Alin, Pendiri "Salam Rancage" |
Peserta mempresentasikan hasil |
Menimbang Sampah |
Hasil Kerajinan |
Diskusi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar